Banyak orang berpikir kunci menjual rumah adalah harga yang kompetitif. Padahal dalam dunia marketing property, orang jarang membeli karena murah — mereka membeli karena merasa cocok.
Itulah kenapa dua rumah yang serupa bisa punya nasib berbeda: satu cepat laku, satu lagi sepi peminat. Bedanya bukan di bangunannya, tapi di cara iklannya bercerita.
Saya pernah menemui agen yang menjual rumah di area yang sama. Yang satu pasang iklan “Rumah 2 lantai harga 950 juta,” yang satunya menulis,
“Rumah dua lantai dengan suasana hangat untuk keluarga muda, 10 menit ke tol, 5 menit ke sekolah.”
Tebak siapa yang menang?
Yang kedua. Karena dia menjual impian, bukan hanya bangunan.
Masalah terbesar dalam iklan property bukan di platform — tapi di pendekatan.
Banyak orang asal upload foto, tempel harga, lalu berharap ada yang chat. Padahal algoritma dan psikologi pembeli sudah berubah.
Sekarang, orang butuh alasan emosional untuk klik iklan kamu.
Kesalahan yang sering terjadi:
Caption datar, tidak mengundang rasa penasaran
Visual membosankan (foto rumah kosong tanpa suasana)
Tidak ada cerita atau value yang menempel di ingatan
Akibatnya, iklan jadi hanya sekadar lewat di layar, bukan diingat.
Kalau kamu ingin iklan rumah kamu efektif, ubah dulu mindset-nya:
“Jangan jual rumah, tapi jual perasaan tinggal di sana.”
Bayangkan calon pembeli yang lagi cari hunian bukan karena ingin pindah rumah, tapi ingin memulai hidup baru bersama keluarga.
Tugas iklan kamu adalah membantu mereka merasakan itu bahkan sebelum mereka datang survei.
Mulailah dari kalimat yang memancing imajinasi:
“Bayangkan pagi hari, suara burung dari taman kecil di depan rumah, dan sinar matahari masuk ke ruang keluarga yang kamu impikan.”
Kalimat sederhana seperti itu membangun emosi yang melekat — jauh lebih kuat dari sekadar “Rumah 2 lantai siap huni.”
Alih-alih fokus di “luas tanah 90 m²”, tonjolkan manfaatnya:
“Halaman belakang cukup luas untuk anak bermain setiap sore.”
Gunakan gaya bahasa yang ringan, seolah kamu sedang ngobrol. Hindari kata-kata kaku seperti brosur developer.
Iklan yang terasa manusiawi akan lebih mudah dipercaya.
Salah satu murid saya dulu hanya pasang foto rumah dengan caption datar. Setelah saya bantu ubah pendekatan menjadi storytelling ad,
leads-nya naik drastis — dari 0 jadi 17 orang yang tanya serius dalam seminggu.
Yang berubah cuma satu: cara dia menulis iklan.
Dari yang dulu “menjual bangunan”, jadi “mengajak pembeli membayangkan kehidupan.”
Di tengah lautan iklan yang sama, kamu bisa unggul hanya dengan satu hal — keaslian cerita.
Iklan rumah bukan soal algoritma, tapi soal bagaimana kamu membuat orang percaya bahwa rumah itu layak dimiliki.
💬 Kalau kamu ingin iklan rumah kamu gak cuma tayang, tapi benar-benar bikin orang ingin survei — saya bantu susun strateginya.
Mulai dari storytelling, copywriting, sampai funnel iklan yang bisa jalan otomatis.
👉 [Hubungi saya untuk diskusi gratis]